Jumat, 30 Agustus 2013

Surat Cinta untuk Murobbi



Untuk Murrabbiku, sang Bidadari Bersayap Malaikat…

Ketika perjumpaan pertama kita, Awalnya biasa saja. Tak ada perasaan khusus dariku untukmu. Semuanya tampak biasa…
Kecuali senyum tulus yang engkau sunggingkan kepadaku, jabatan erat tangan darimu, serta pelukan bersahabat yang kudapatkan untuk pertama kalinya ketika kumelangkahkan kaki di tempat yang serba asing di kala itu, namun ditakdirkan sebagai bagian dari masa depanku.

Sungguh…semua membuatku merinding, merasa diistimewakan… Oh Tuhan, Bidadari itu telah menyapaku, membimbing tanganku tuk melangkah di jalanMu. Ajakan-ajakan tulus nan mulia telah mengantarkanku menjadi Mutarrabimu…
Merintis langkah-langkah ke syurga yang tak pernah terbersit lama di khayalanku. Khayalan kanak-kanakku yang masih tak memahami bahwa setelah hidup pasti akan ada mati, bahwa hidup ini bukan hanya deretan kejadian kosong tanpa maknawiyah Ketauhidan di dalamnya, bahwa kehidupan sebenarnya adalah kelak ketika semuanya tak di perdulikan lagi kecuali amalan-amalan kita di dunia.

Sungguh Tuhan, aku tak memahaminya. Aku rapuh untuk mempelajarinya…
Namun, bidadari bersayap malaikat itu datang tanpa diduga, merangkulku dengan hangatnya, memberikanku cahaya yang selama ini seolah ada tabir hitam yang menghalangi pancarannya.

Awalnya biasa saja…
Ya, sungguh biasa. Bukan suatu yang ajaib melihat engkau datang dengan segala kebaikanmu. Dibalik kibaran jilbabmu yang mempesona, sungguh dapat kupahami kenapa orang-orang sepertimu dianggap biasa berdampingan dengan kebaikan itu.
Namun sungguh sesuatu yang luar biasa terjadi tatkala kebaikanmu benar-benar memancarkan ketulusan yang bersumber dari kecantikan sejati.

Dan aku mulai terperangkap dalam jebakan-jebakan manismu, dalam rekayasa-rekayasa indah yang engkau ciptakan untukku. Ah, aku bagaikan kurcaci ketika berhadapan denganmu yang penuh sentuhan kharismatik. Merasa kerdil….
Dan sungguh aku tak pernah menyesalkan ini terjadi menimpaku…
Hari demi hari kurangkai dalam indahnya ukhuwah denganmu…

Engkau juga yang telah mempertemukanku dengan kurcaci-kurcaci lainnya yang sekarang menjadi sahabat karibku. Kurcaci-kurcaci aneh yang selalu mengisi jagat gelak tawaku, sedihku, dukaku, senangku, dengan sejuta karakter diri yang sunggguh membuatku kaya akan pemahaman tentang sifat manusia. Sungguh, saat ini engkau dan merekalah pengisi hari-hariku yang sepi setelah berpisah dengan kehidupanku yang sebelumnya.

Tak dapat kupahami kenapa hubungan ini melebihi hubungan persahabatan yang diagung-agungkan banyak orang itu? Ini lebih, dan kutahu ukhuwah yang terjalin karena niat yang tulus dan landasan yang kokoh ini akan melahirkan ikatan yang terpatri bagai karang di tengah lautan. Tak bergeming walaupun gelombang badai silih berganti berusaha meruntuhkannya.

Ahh, aku sungguh menikmati nya… Ya, mulai terbiasa dan sungguh sungguh menyukai situasi ini…
Dan setiap saat aku selalu memikirkan tentang langkah yang kuhadapi ini. Langkah yang aku tahu pasti merupakan suatu jalan yang benar. Langkah yang aku yakini sebagai hakikat sebenarnya dari seorang anak manusia. Tapi langkah ini tak semudah yang aku fikirkan. Tak seindah jalan yang akan kulangkahi itu. Karena kutahu mereka menentang, karna mereka menganggapku tersesat dan telah mememilih langkah yang salah.

Hmmm….. Awalnya, akupun terpuruk pada suatu keraguan. Keraguan yang mengantarku menjadi orang yang bimbang. Dan aku menjalaninya dengan penuh ketidakpastian. Hanya karena sebuah argumen yang sulit kupatahkan. Aku merasa bodoh, tolol karena ketidaktahuanku, karena kelemahanku. Aku terus mencari. Dan mencari pembuktian yang menguatkan pendirianku. Dan Bidadariku, engkau telah menuntunkau menemukan jawabannya!!!

Sampai akhirnya aku sadar. Bahwa aku adalah aku, yang akan bertanggungjawab atas duniaku. Yang akan mengarungi kehidupanku. Aku mulai melangkah lagi. Menuju jalan yang kuyakini kebenarannya. Kutak peduli dengan omongan mereka. Karena madu dan racun yang akan menimpaku takkan pernah bisa diwakilkan kepada siapapun. Tidak orang tuaku, tidak orang yang peduli padaku, sahabatku, dan tak pula mereka!!! Biarlah aku melangkah mengarungi kehidupan yang kupilih ini. Dan biarkan mereka mau berkata apa. Aku tak peduli. Walaupun mereka mengatakan aku telah tersesat, tapi bagiku tak mengapa. Karena kuyakin, bahwa aku telah tersesat ke jalan yang benar. Bidadari, engkaulah yang telah menuntunku untuk tersesat di jalan yang benar ini…

Tapi sungguh aku tahu, Allah punya begitu banyak rencana. Ia ciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan. Ada wanita, ada pria, ada hidup, ada mati, ada siang, ada malam, ada tua, ada muda, ada pertemuan, maka ada pula perpisahan. Aku takut membayangkan tentang akan adanya suatu perpisahan denganmu.

Kelak, jika benar-benar berpisah denganmu, akankah ku mampu setegar batu-batu karang itu? Akankah aku mampu bertahan di tengah gelombang dan onak duri kehidupan?
Namun sungguh engkau adalah bidadariku, yang telah berjanji takkan melepaskanku, dan takkan membiarkanku jatuh, akan ada bidadari-bidadari lain yang datang merangkulku, begitu janji itu bergulir dari lisan indahmu. Namun sungguh engkau tetap bidadari dunia yang mendapatkan tempat istimewa di relung hatiku… 

Aki ingin sepertimu… Ya, sebuah cita-cita baru yang terbit setelah pertemuan kita. Menjadi seorang muharrik, bergabung dengan mereka yang sungguh telah mendapatkan sentuhan sayap malaikat sepertimu….
Ya Rabb, kabulkanlah pintaku…
******
Sebuah Nasyid, untuk MR dan kurcaci-kurcaci yang menemaniku di kelompok LQ pertamaku…
*Sebiru hari ini, birunya bagai langit terang benderang…
Sebiru hati kita. Bersama di sini..
Seindah hari ini, indahnya bak permadani taman syurga…
Seindah hati kita, walau kita kan terpisah..
Bukankah hati kita telah lama menyatu, dalam tali kisah persahabatan illahi,
Pegang erat tangan kita terakhir kalinya, hapus air mata meski kita kan terpisah…
Selamat jalan teman, tetaplah berjuang, semoga kita bertemu kembali…
Kenang masa indah kita, sebiru hari ini…
(Edcoustik, Sebiru Hari Ini)

Semua kenangan kita, takkan tergantikan…
Jangan pernah lupakan, jangan pernah hapus memori-memori itu..
Biarlah tersimpan abadi sebagai “sebuah kisah klasik untuk masa depan”
Untuk “sang Murobbi” dimanapun engkau berada, semoga Allah melimpahkan kebaikan melebihi bumi dan isinya kepadamu… Syukron jazakumullah kahiran katsira…

Created by: Nur’Aini
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, UNAND

Tidak ada komentar:

Posting Komentar