Langit, hujan, bintang sepertiga malam, senja yang merah memukau, pagi yang dingin dan sejuk, angin semilir, rasanya terlalu banyak hal indah yang kutatap setiap harinya sebagai tanda kekuasaan Allah. Kalau sudah begitu, rasanya cinta dan rindu padaNya begitu menggebu-gebu. Banyak hal yang ingin kulakukan untuk mengobatinya. Andai saja aku mampu menggunakan setiap detik nafasku untuk terus mengagumi dan memujaNya. Aku ingin menjadi lebih baik, dan selalu ingin menjadi lebih baik, walau sebagai manusia aku pasti lebih banyak lupa daripada ingatnya, lebih banyak bikin dosa daripada menabung pahala. Aku selalu cemburu dan iri bila bertemu dengan mereka yang begitu taat dan cinta pada Allah. Ya, karena aku selalu berfikir orang-orang seperti mereka pasti sangat disayang Allah, pasti Allah lebih sayang mereka daripada aku, mereka begitu mendekat pada Allah, dan Allah pasti akan seribu kali lebih mendekat lagi pada mereka. Sedangkan aku? Berbuat maksiat saja masih sering kulakukan.
Hari
ini aku menyengajakan diri untuk bersilaturahim ke sebuah tempat yang
sesungguhnya sejak lama ingin kudatangi. Tempat itu bernama rumah
Qur’an. Rumah itu terletak di antara rumah warga lainnya. Sekilas tak
ada yang spesial dengan rumah itu. Rumah itu begitu sederhana. Namun
yang membedakan dan membuatnya berbeda dengan rumah-rumah lainnya tentu
saja ayat-ayat suci Al Qur’an yang terlantun tiada henti dari bibir para
gadis yang menempati rumah ini.
Begitu
aku tiba, aku sudah bisa menyaksikan para gadis yang memegang mushaf
dan menghafalkannya. Hatiku berdesir, rasa iri muncul begitu saja.
Ternyata itu belum apa-apa, ketika aku memasuki rumah Qur’an, kesibukkan
menghafal Qur’an terlihat semakin jelas. Ada sekitar 25 gadis yang
berkomat kamit sembari memegang mushaf. Allah...
Di
rumah itu terdapat empat kamar dan 1 ruang tamu yang dialasi karpet,
yang kira-kira berukuran 3x5 meter. Aku melihat sekilas di pintu setiap
kamar tertulis nama para penghuni kamar. Aku baru tahu, setiap kamar
yang begitu kecil itu dihuni sekitar 5-7 orang.
Tiba-tiba
saja aku menjadi tak enak sendiri. Aku khawatir kehadiranku akan
menganggu dan membuang waktu mereka dalam menghafal. Karena aku tahu
sehari minimal mereka harus menghafal dan menyetorkan satu halaman
Al-Qur’an. Sedangkan mereka adalah mahasiswi yang tentu memiliki waktu
yang tidak terlalu banyak untuk itu. Mereka masih harus menyelesaikan
tugas-tugas kampus dan sebagainya. Kedatanganku tentulah akan menyita
waktu mereka. Berulang kali aku meminta maaf dan berulang kali pula para
bidadari bumi itu mengatakan aku tak perlu meminta maaf dengan terus
memberikan senyum teduh mereka. Sekitar setengah jam aku berbincang
dengan mereka aku memutuskan untuk pamit pulang.
Dalam
perjalan pulang bayang mereka hadir satu persatu di benakku. Lantunan
ayat suci Allah tiba-tiba saja teringiang dan berputar di pikiranku. Aku
hanyut dalam pertanyaan batinku sendiri. Bila suatu saat nanti Allah
bertanya pada mereka, digunakan untuk apa masa muda mereka, mereka akan
bisa menjawabnya tanpa ragu. Dan bagaimana denganku? Aku pasti akan
sangat malu pada Allah jika harus mengatakan bahwa aku tak melakukan
apa-apa ketika aku masih muda. Bahwa aku tak melakukan hal apapun yang
bisa mendekatkan diriku padaNya.
“Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) pada hari kiamat nanti di hadapan Rabbnya sampai ditanya tentang lima perkara: umurnya untuk apa dihabiskan, masa mudanya untuk apa dihabiskan, hartanya dari mana dia dapatkan dan dibelanjakan untuk apa harta tersebut, dan sudahkah beramal terhadap ilmu yang telah ia ketahui.” (HR. At Tirmidzi no. 2340)
Allah
memang tak menanyakan masa tua, tetapi masa muda. Di saat semangat
masih membara, potensi masih bisa untuk terus diasah, dan peluang meraih
cita masih luas membentang. Dalam hidup setiap orang yang mengais
rezeki berupa uang akan menabung demi alasan kebahagiaan di masa depan.
Bisa dicek berapa banyak orang yang punya rekening di bank. Ada yang
banyak, ada yang sedikit, namun rata-rata hampir setiap warga kita
khususnya para penghuni kota tentunya memiliki sejumlah rekening di bank
untuk menabung. Lalu bagaimana dengan arti hidup yang sesungguhnya.
Yang sesungguhnya hanyalah tempat singgah untuk mencari bekal perjalanan
abadi kita di akhirat nanti. Yang sesungguhnya adalah waktu menabung
untuk dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Maka sesungguhnya
akhirat adalah masa depan kita yang sesungguhnya. Yang telah tertulis
dan termaktub sebagai janji Allah bagi ummat manusia.
Masih
terbayang dalam benakku bagaimana para gadis di rumah al-quran itu
begitu antusias menghafal kata demi kata dalam Al-Quran dengan
kesungguhan dan ketekunan. Seketika rasa iri kembali hadir dalam
benakku. Betapa beruntungnya mereka, orang-orang yang dalam seusia itu
telah menyadari bahwa kelak akan ada pertanyaan yang Allah berikan
mengenai masa muda. Masa muda yang tidak di isi dengan bergelimang dalam
kehidupan dunia yang fana dan membuat Allah murka tetapi masa muda yang
diisi dengan menabung amal untuk membuat mendapatkan naungan Allah di
akhirat kelak. Betapa indahnya masa muda mereka yang dengan bibir basah
menyebut Asma Allah setiap saat, bahkan menghafal ayat-ayat cinta Allah
dengan sebegitu tekun dan sabar.
Baginda
Rasulullah SAW bersabda: ”Tujuh orang yang akan dilindungi Allah dalam
naungan-Nya yaitu: Imam (pemimpin) yang adil; pemuda yang tumbuh dewasa
dalam beribadah pada Allah; orang yang hatinya selalu terikat pada
masjid; dua orang yang saling mencintai karena Allah, berkumpul karena
Allah dan berpisah karena Allah pula; seorang lelaki yang dirayu oleh
seorang wanita yang mempunyai kedudukan dan kecantikan tetapi ia
menolaknya seraya berkata ‘Aku takut kepada Allah’; orang yang
bersedekah sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat
oleh tangan kanannya; dan seorang yang berdzikir kepada Allah sendirian
lalu menitikkan airmatanya.” (HR. Bukhari Muslim).
Allah
sepertinya tak henti membuatku untuk terus merenung. Ketika beberapa
hari setelah kunjunganku ke rumah Qur’an, aku diundang suatu daerah
untuk membicarakan masalah kenakalan remaja. Aku mendapat kenyataan
bahwa lebih dari 50 persen remaja di sana sudah tidak lagi perawan.
Astagfirullah, sebegitu buruknyakah wajah generasi penerus masa depan?
Bagaimana mungkin mereka bisa menjadi pemuda kebanggaan ummat jika
menjaga diri sendiri saja tidak mampu mereka lakukan. Padahal musuh
mereka hanya satu, hawa nafsu.
Seorang
pembicara menyampaikan materinya dengan menahan air mata sambil terus
menyampaikan data persentase remaja yang tidak lagi perawan dan para
remaja yang melakukan aborsi. Tiba-tiba saja aku teringat akan adik-adik
yang kutemui di sebuah yayasan penampung anak-anak yatim dan
berkebutuhan khusus beberapa waktu lalu. Anak –anak yang dibuang kedua
orang tua yang tidak bertanggung jawab, yang sengaja disingkirkan karena
mereka cacat, mungkinkah sebagian dari mereka adalah bayi-bayi hasil
hubungan para remaja yang sanggup berbuat namun tak sanggup
bertanggungjawab? Entahlah… hanya Allah yang tahu semua itu.
Rahim
yang dianugerahi Allah pada wanita adalah tempat suci yang melahirkan
makhluk-makhluk Allah yang suci. Aborsi, zina, adalah hal yang menodai
kesuciannya, kesucian rahim, dan kesucian fitrah perempuan itu sendiri.
Sebuah hubungan yang haram terjadi telah menodai apa yang seharusnya
begitu di agungkan. Rahim terlalu agung untuk diperlakukan seperti itu,
dizinahi bahkan sampai dengan membunuh janin mungil tak berdosa yang
tengah tumbuh.
Mungkin
itulah sebab Allah memberikan balasan yang begitu indah bagi pemuda
yang menghabiskan masa muda dalam rangka beribadah kepada Allah ‘Azza wa
Jalla. Karena masa muda adalah masa pada saat saat tarikan nafsu sedang
kuat-kuatnya menjerat anak manusia. Apa yang dilakukan seseorang di
masa mudanya akan menentukan masa depannya. Pemuda yang terlena dengan
masa mudanya maka akan habis di masa tuanya. Pada akhirnya nanti rasa
menyesallah yang datang mendera.
Sebagian
orang mungkin berpendapat bahwa masa muda adalah masa bersantai dan
berfoya-foya, menikmati semua kenikmatan dunia, lalu masa tua adalah
masa bertaubat, berhenti dari semua hal yang buruk lalu berjalan
tertatih menuju perbaikan? Sungguh begitu salah pemikiran seperti itu,
sebab umur manusia tak ada yang tahu kapan akan berhenti, ia kalau kita
sempat bertaubat, kalau tidak? Bukankah lebih tenang hidup kita jika
telah menabung kebaikan sejak dini, hingga kapanpun Allah memangggil
kita, kita siap dengan bekal yang telah kita persiapkan jauh-jauh hari.
An
Nakho’i mengatakan, “Jika seorang mukmin berada di usia senja dan pada
saat itu sangat sulit untuk beramal, maka akan dicatat untuknya pahala
sebagaimana amal yang dulu dilakukan pada saat muda. Inilah yang
dimaksudkan dengan firman Allah (yang artinya): bagi mereka pahala yang
tiada putus-putusnya.”Dalam hal ini orang-orang yang beriman di waktu
mudanya, di saat kondisi fit (semangat) untuk beramal, maka mereka di
waktu tuanya nanti tidaklah berkurang amalan mereka, walaupun mereka
tidak mampu melakukan amalan ketaatan di saat usia senja. Karena Allah
Ta’ala Maha Mengetahui, seandainya mereka masih diberi kekuatan beramal
sebagaimana waktu mudanya, mereka tidak akan berhenti untuk beramal
kebaikan. Maka orang yang gemar beramal di waktu mudanya, (di saat tua
renta), dia akan diberi ganjaran sebagaimana di waktu mudanya. Subhanallah,
Maha Pengasih dan Penyayangnya Allah pada hambaNya. Ia begitu mengerti
apa yang terdetik di dalam hati, lalu jika demikian masihkah kita enggan
melakukan kebaikan dari sekarang? Masihkah kita menunda-nunda amal
kebajikan.
Ketika
muda, kita sering mengabaikan dan tidak menyadari bagaimana berharganya
hidup yang Allah berikan pada kita, bukankah hidup sebuah anugrah besar
yang sangat berharga? Sepertin namanya, anugrah, berarti ia adalah
suatu hal yang luar biasa istimewa yang merupakan hadiah kasih sayang
Allah bagi manusia. Allah menciptakan kita berawal dari segumpal tanah
yang menjadi segumpal darah. Lalu berubah menjadi tulang yang dibalut
daging. Setelah itu ditiupkanlah ruh, yang dalam beberapa bulan lahir
dari perut sang ibu dalam keadaan menggigil kedinginan, begitu kecil dan
rapuh. Setelah itu kita tumbuh menjadi seorang anak balita yang sehat
dan dalam beberapa tahun tumbuh menjadi seorang remaja yang mulai
mencari jati diri. Beranjak dewasa, kita semakin kuat dan matang. Fase
inilah yang merupakan fase puncak dimana kekuatan kita penuh untuk bisa
digunakan bekerja keras, akal kita sehat untuk berfikir hal-hal yang
begitu rumit, raga kita kokoh dan sehat. Namun beberapa puluh tahun
kemudian, semakin keriputlah kulit kita disertai dengan rambut memutih
dan tulang yang perlahan keropos. Saat inilah kita kembali dalam keadaan
fisik ketika kita pertama kali dilahirkan, lemah, rapuh dan tak
berdaya.
Hitungan
puluhan tahun adalah waktu yang terlalu singkat jika tidak kita
manfaatkan dari sekarang untuk melakukan kebaikan. Jika di masa muda
kita terbiasa dengan hal-hal yang melenakan, bukannya tidak mungkin kita
takkan pernah memulai untuk berbuat kebaikan dan akan selalu menunda
menabung pahala sebanyak-banyaknya. Bukankah lebih indah jika kala muda
kita berjuang keras mencari nafkah lalu menikmatinya di masa tua, semua
hasil kerja keras kita. Demikian halnya dengan beribadah, alangkah
indahnya menjadi pemuda soleh yang taat dan patuh pada Allah, hingga
saat tua nanti, Allah menghadiahkan kita pahala seperti apa yang kita
kerjakan di masa muda.
Wahai Allah ….
jadikanlah
kami pemuda-pemudi yang taat dan patuh padaMu, yang dihatinya tertanam
rasa takut dan cinta kepadaMu, yang terjaga sikap dan tingkah lakunya,
yang sanggup menopang amanah dan menjaga fitrah…
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan
nasehat- menasehati dalam kebenaran dan nasehat-menasehati supaya
menetapi kesabaran.” (Al ‘Ashr: 1-3)
Oki Setiana Dewi : Aktris muda yg islami dgn segudang bakat menulis
Buku karya : Melukis Pelangi dan Sejuta Pelangi
Buku karya : Melukis Pelangi dan Sejuta Pelangi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar