Siang itu wajah Ali bin Abi Thalib
berbinar-binar. Senyumnya merekah. Hatinya semakin mantap untuk
menghadap Rasulullah saw. Dirinya sudah bulat untuk memetik bunga dakwah
Rasulullah, Alipun berkata, “Ya Rasulullah, perkenankan aku menjadi
pendamping dakwah putrimu.” Sambil tersenyum Rasulullah menjawab,
“Engkau akan memberi Fatimah mahar apa?” Wajah Ali bin Abi Thalib
mendadak pucat. Ia tidak menduga Nabi saw bertanya seperti itu. Beberapa
saat ia terdiam. Memandang wajah teduh Rasulullahpun tidak mampu ia
lakukan.
Melihat Ali bin Abi Thalib tak menjawab
sepatah katapun, Rasulullah kemudian bertanya, Wahai Ali, masih ingatkah
engkau dengan baju yang pernah kuberikan padamu?” Dengan penuh heran
Ali menjawab, “Masih ku simpan rapi di rumahku, wahai Rasullullah.
Memangnya ada apa?” Rasulullah meneruskan pertanyaannya, “Bagaimana
kalau engkau jadikan baju besi itu sebagai mahar untuk putriku?”
Mendengar kalimat tanya itu, wajah Ali kembali berbinar. “Ya Rasulullah,
tidak ada lagi yang kumilliki untuk maharku selain baju besi itu,”
Jawab Ali tersipu malu.
Akhirnya lelaki religius itu sukses
memetik bunga dakwah Rasulullah dengan mahar baju besi pemberian
Rasulullah, mertua tercinta. Saat malam tiba, sebelum menemui belahan
hati, Ali menemui Rasullullah. “Ya Rasulullah, sekarang apa yang harus
aku lakukan?” Rasulullah menjawab, “Fatimah sudah menjadi milikmu.
Pergauli dia seindah mungkin.”
Rasulullah saw, Ali bin Abi Thalib dan
Fatimah telah menjadi model yang amat indah buat kita yang mendamba
keluarga sakinah. Mereka bertiga telah menyingkap tabir untuk kita yang
ingin merengkuh cintaNya. Keluarga mereka menjadikan ibadah dan dakwah
sebagai penglima hidup, bukan dinar, emas ataupun perak. Ali bin Abi
Thalib lebih dikenal sebagai ahli agama bukan pedagang. Ali juga lebih
dikenal sebagai ahli ibadah, bukan konglomerat. Ia adalah petarung
ulung, bukan pebisnis sukses. Namun Rasulullah memilih Ali menjadi
pendamping putrinya, bukan sahabat yang lain.
Kita yakin bahwa ada sejuta makna di
setiap ucapan dan perbuatan Rasulullah saw. Begitu pula pasti ada banyak
makna di balik keputusan Rasulullah menjadikan Ali menjadi pendamping
putrinya. Metode pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia
Rasulullah saw yang amat luar biasa telah menjadikan para sahabatberada
pada level iman dan spiritualitas yang sama, termasuk Ali bin Abi
Thalib. Hanya saja Ali memiliki kelebihan yang sesuai dengan kebutuhan
putri beliau. Fatimah juga memiliki kelebiihan yang amat diperlukan oleh
Ali. Dan Rasulullah saw tentunya amat mengetahui jika keduanya
membangun mahligai rumah tangga, akan memproduksi banyak keindahan bagi
sesama.
Saya memohon kepadanya agar bisa bertemu
lelaki religius seperti Ali bin Abi Thalib. Kelak saat berjumpa, saya
akan menawarkan kepadanya, “Maukah engkau menikahi putriku? Hatinya
lebih lembut daripada sutra. Jarak dirinya dengan kemaksiatan lebih jauh
dibanding jarak matahari dengan bumi. Saya amat berharap engkau dengan
putriku akan melahirkan Raihanun min Raihanatil Jannah (taman di antara taman-taman surga) sebagaimana Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az Zahra melahirkan Hasan dan Husain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar