Selasa, 08 Oktober 2013

Ranjang Fir'aun dan Ranjang Rasul

 
Kadang-kadang kita menjadikan lingkungan sebagai alasan yang menghalangi kita untuk mendapat hidayah dan berbuat kebaikan serta menjadi orang baik.
Sementara istana, bahkan ranjangnya Fir'aun menghasilkan seorang perempuan yang menjadi salah seorang dari empat wanita utama yang mencapai kesempurnaan. Bahkan dialah perempuan pertama yang sampai kepada derajat sempurna.

Rasulullah bersabda: "Banyak di antara laki-laki yang sampai kepada kesempurnaan, dan tidak ada yang sampai kepada kesempurnaan dari perempuan kecuali Asiah istri Fir'aun, Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid...."

Rasulullah juga bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:

"Perempuan ahli surga yang paling utama adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Maryam binti Imran dan Asiah binti Mazahim istri Fir'aun".

Asiah istri Fir'aun menjadi perempuan percontohan yang menjadi tauladan bagi seluruh perempuan sepanjang zaman. Bahkan juga tauladan bagi laki-laki dalam keteguhan iman.

Allah berfirman dalam surat At Tahrim 11:

"Dan Allah membuat istri Fir'aun percontohan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: "Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim".

Di samping itu ada lagi seorang perempuan tauladan dalam keteguhan iman keluaran istana Fir'aun, yaitu Masyithah (tukang sisir rambut putri Fir'aun), yang digoreng oleh Fir'aun bersama seluruh keluarganya. Yang kuburannya mengeluarkan bau harum dan kecium oleh Rasulullah wanginya di malam Isra' dan Mi'raj.

Masih ada lagi tauladan bagi laki-laki keluaran istana Fir'aun, bahkan masih tergolong keluarganya. Kebengisan dan zalimnya Fir'aun tidak menghalanginya untuk memperoleh hidayah dari Allah.

Allah berfirman dalm surat Ghafir 28:

"Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang menyembunyikan imannya berkata: "Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan: "Tuhanku ialah Allah? Padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu. Dan jika ia seorang yang pendusta maka dialah yang menanggung dosa dusta itu, dan jika ia seorang yang benar niscaya sebagian bencana yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu...."

Dari kenyataan ini, tidak ada alasan bagi kita untuk menyalahkan lingkungan untuk tidak berbuat baik dan menjadi orang baik. Betapa beratnya lingkungan yang dihadapi oleh orang-orang yang sudah diabadikan oleh al Qur'an tentang keteguhan imannya. Karena itulah mereka pantas menjadi tauladan bagi umat manusia yang datang sesudahnya.

Hidayah Allah adalah sesuatu yang sangat misterius, yang akan diberikan-Nya kepada siapa saja yang menginginkannya. Dia tidak bisa dihalangi oleh kokohnya tembok istana, jeruji besi penjara, bahkan kobaran api dan siksaan yang menyakitkan. Sebaliknya, dia juga tidak terjamin akan masuk ke dalam hati sekalipun berada pada lingkungan terbaik dan hidup berdampingan dengan orang-orang baik.

Istri Nabi Nuh dan Nabi Luth, tidak mendapatkan hidayah sekalipun seranjang dengan manusia utama. Anak Nabi Nuh juga durhaka sekalipun dididik oleh seorang Rasul Ulul 'Azmi. Abu Thalib paman Rasulullah yang baik tidak juga mendapat hidayah sekalipun selalu mendampingi beliau dalam berdakwah.

Makanya kita tidak perlu heran bila ada di antara jebolan Mesir dan Arab Saudi menjadi penghalang kemajuan Islam. Suka mempermainkan dan memperolok-olokkan agama. Bahkan memerangi dakwah kebenaran serta menjadi ikon sebagai penyesat umat.

Dan sebaliknya, justru pembela dan pejuang Islam itu munculnya dari jebolan Amerika, Eropa dan Jepang. Labelnya memang bukan ahli agama, tapi hatinya dipenuhi sinar hidayah yang bisa memancar kepada lingkungan sekitarnya.

Terimalah hidayah, karena ia ada di manapun, sekalipun di atas ranjang Fir'aun. Dan buanglah kesesatan, karena ia selalu mengintai, sekalipun di kamar seorang rasul.

Hidayah tidak bergantung kepada tinggi rendahnya ilmu, tapi kepada kebersihan dan kesiapan hati yang mau menampungnya.

Tidak perlu bangga dengan ketinggian ilmu dan merasa remeh atas kesederhanaan pengetahuan. Kita tidak tahu, hati yang mana lebih dekat kepada Allah dan dicintai-Nya.

Ya Allah, teguhkanlah kami di atas jalan yang lurus.

[Oleh Zulfi Akmaal-Azhar Cairo]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar