Kemenangan Islam adalah janji pasti dari Sang Maha Suci. Kemenangan
itu akan diberikan ketika umat ini telah siap meraihnya. Kemenangan itu
bukanlah dongeng, bukan pula janji palsu. Karena janjiNya adalah
kepastian yang tidak ada satupun makhuk yang bisa menolaknya. Bahkan,
ketika kuasaNya telah berlaku, meskipun seluruh makhluk bersatu padu
untuk menolaknya, niscaya apa yang mereka lakukan itu akan sia-sia.
Lantas, mungkinkah kemenangan itu ‘digratiskan’ begitu saja?
Sekali-kali tidak! Harus ada upaya pasti dari para pengemban dakwah
Islam demi terwujudnya janji Allah itu, kemenangan Islam. Ada beberapa
sebab yang bisa kita lakukan sehingga janji Allah itu segera terwujud.
Sebab-sebab itu haruslah kita sertakan dalam tiap jenak perjuangan
dakwah.
Pertama, Niat yang Ikhlas. Dalam berjuang demi tegaknya
Islam, yang pertama kali harus dilakukan adalah meluruskan niat. Niat
hendaknya hanya untuk Allah dan RasulNya. Bukan untuk dunia atau
wanita-wanita yang diingini, pun dengan aneka macam harta dan atribut
duniawi lainnya.
Niat ikhlas itu, diantaranya adalah untuk menolong Agama Allah.
Karena siapa yang menolong AgamaNya, pastilah akan ditolongNya. Firman
Allah, “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah,
niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” Maka,
perjuangan yang kita lakukan, dakwah yang selalu menjadi nafas kehidupan
kita, mestilah diniati ikhlas, untuk menolong agama Allah. Agar ia
tegak. Setegak-tegaknya. Bukan untuk tujuan selainnya.
Kedua, Taat kepada pemimpin. Keberadaan pemimpin dalam
sebuah komunitas yang memperjuangkan Islam adalah niscaya. Pemimpin ini
hendaknya adalah orang yang faqih, takut kepada Allah, ikhlas dan
mengetahui strategi yang jitu dalam menyampaikan ajaran-ajaran Allah. Ia
bukanlah orang yang haus kepada dunia, atau hanya mementingkan
keuntungan kelompoknya. Pemimpin ini adalah pemimpin yang orientasinya
akhirat.
Pemimpin yang sesuai kriteria itu, bukanlah satu-satunya syarat.
Karena pemimpin, sehebat apapun akanlah sia-sia jika tidak ditaati oleh
yang dipimpinnya. Maka, ketaatan yang benar kepada pemimpin yang tepat
adalah niscaya demi menangnya Dakwah Islam. Ketaatan tersebut pastilah
mendatangkan pertolongan Allah, sehingga dakwah Islam benar-benar
mencapai puncaknya. Dalam surat Al Anfal ayat 46, Allah berfirman, “Dan
taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang
kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar.” Dari ayat tersebut kita dapati sebuah kesimpulan bahwa ketaatan
adalah keniscayaan bagi sebuah kemenangan.
Dalam kaitannya dengan taat, rujukannya tentulah Al Qur’an dan
Sunnah. Sehingga ketaatan yang bersumber pada selain keduanya adalah
bathil. Ketaatan di jalan dakwah, hanyalah untuk Allah dan RasulNya.
Tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan, kepada siapapun. Meskipun kepada
kedua orang tua atau orang-orang yang kita cintai sekalipun. Terlebih
lagi kepada pemimpin-pemimpin yang tidak sesuai syari’at. Maka, dalam
sebuah perjuangan harus ada kontrol dari prajurit kepada pemimpin.
Sehingga ketika pemimpin menyimpang dari garis perjuangan, para prajurit
bisa langsung mengingatkan.
Ketiga, Sabar dan Bersiap siaga. Jangan maknai sabar dengan
berdiam diri. Sabar maknanya menahan sembari terus berupaya. Menahan
dalam makna tetap bergerak seperti apa yang diinstruksikan pemimpin,
meski kadang tidak sesuai dengan keinginan dan pendapat diri. Bersamaan
dengan sabar, persiapan tentunya harus senantiasa dilakukan. Persiapan
dalam semua maknanya. Baik fisik, ruhani maupun finansial. Karena
Perjuangan dakwah adalah kontribusi dari setiap aspek yang kita miliki.
Maka kita harus siap ketika dakwah meminta nyawa kita untuk melawan
musuh-musuh islam sebagaimana yang dilakukan oleh saudara kita di
Palestina dan negeri negeri muslim terjajah lainnya.
Terkait dengan sabar dan bersiap siaga, Allah berkali-kali
mengingatkan kita dalam Kitab SuciNya, “Jika kamu bersabar dan
bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu
juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai
tanda.” (Ali Imran : 125). Dalam ayat lain disebutkan, “Hai orang-orang
yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah
bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah,
supaya kamu beruntung”(Ali Imran : 200). Ayat ini merupakan jaminan dari
Allah. Bahwa ketika para pejuang dakwah sennatiasa bersabar dan bersiap
siaga, maka Allah akan menurunkan pertolonganNya. Pertolongan tersebut
bisa berupa diturunkannya pasukan malaikat dan keberuntungan bagi para
pejuang. Ini, adalah janji Allah yang tidak mungkin diingkari. Maka,
ketika sampai sekarang pertolongan Allah belum nampak terbitnya, bisa
jadi kesabaran kita masih sangat minim, persiapan kita juga seadanya.
Senada dengan ayat dia atas, Allah kembali menegaskan janjiNya ketika
kita telah menguatkan kesabaran dalam berdakwah. Firman Allah dalam
surat Al Anfal ayat 66, “Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin
untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya
mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada
seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat
mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir
itu kaum yang tidak mengerti.” Hal ini sebagaimana terjadi dalam perang
badar dan peperangan-peperangan kaum muslimin melawan kafirin lainnya.
Ketika kaum muslimin bersabar, maka Allah pasti menolong mereka.
Begitupun sebaliknya.
Keempat, Tsabat (Berteguh Hati). Berteguh hati bisa
dimaknai sebagai membulatkan tekad. Menyuburkan niat yang telah
diikrarkan di awal dakwah. Ia harus senantiasa dilakukan agar dakwah
tidak kehilangan orientasinya. Langkah ini, mirip dengan pupuk bagi
sebuah tanaman. Berteguh hati diperlukan agar tanaman niat itu makin
subur sehingga menemukan momentum kemenangannya.
Dalam hal ini, Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan
sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” Ayat 45
surat Al Anfal tersebut merupakan sebuah kaidah perjuangan ketika kita
telah memasuki gelanggang perjuangan. Karena ketka itu, kita tidak bisa
mundur lagi. Mundur berarti mati atau kalah. Maka, maju adalah
keharusan. Dan bisa tidaknya maju sangatlah ditentukan oleh adanya
keteguhan hati para pejuang dakwah.
Kelima, Tawakkal kepada Allah. Tawakkal bermakna menyerahkan
hasil kepada Allah setelah kita berdarah-darah dalam berjuang. Ia bukan
pasif, melainkan sikap aktif seorang pejuang dakwah dalam setiap
tindakan. Maka, tawakkal yang benar dilakukan setelah berusaha. Tawakkal
merupakan kesadaran tertinggi akan ke-Maha Kuasa-an Allah. Karena
sehebat apapun kita, secanggih apapun strategi dakwah yang kita
jalankan, pastilah sangat tidak mungkin mengungguli ke-Maha Kuasa-an
Allah. Apa yang kita lakukan hanyalah sarana untuk menyambut kemenangan
itu. Sedangkan penentu kemenangan, adalah hak prerogatif Allah.
Dalam surat Al Maidah ayat 23 disebutkan, “ Berkatalah dua orang
diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi
nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang
(kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan
hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar
orang yang beriman.” Ayat ini, maknanya , “ Jika kamu beriman maka
bertawakallah dan jika kamu tidak bertawakkal, maka pertanyakan
keimananmu.” Tawakkal setelah berusaha, adalah jaminan kemenangan dari
Allah. Karena tawakkal berarti percaya sepenuhnya akan keMaha Kuasaan
Allah Subhanahu Wa Ta’alaa.
Keenam, Hindari perselisihan. Kelima kiat di atas merupakan
kiat yang mesti dilakukan oleh masing-masing prajurit dalam dakwah. Ia
sangat tergantung pada letak kematangan setiap personil. Setelah tiap
individu sudah matang, maka ada yang mesti dilakukan terkait hubungan
dengan sesama prajurit. Hal yang mesti dilakukan adalah menghindari
berbantah-bantahan antara mereka. Firman Allah dalam surat Al Anfal ayat
45, “ Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan,
yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan
bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
Berbantah-bantahan dalam ayat ini, disinyalir sebagai salah satu
sebab gagalnya dakwah. Ia merupakan wujud masih adanya egoisme dalam
diri seseorang. Sangatlah mustahil diperoleh kemenangan ketika
masing-masing prajurit masih saja mementingkan pendapat sendiri di atas
pendapat jama’ah. Egoisme inilah yang memungkinkan pasukan terpecah
belah. Maka, sangatlah mustahil kemengan itu datang ketika pasukan yang
maju ke medan laga tidak bersatu, sementara musuh yag dihadapi sangat
solid.
Ketujuh, Doa dan dzikir. Ini adalah langkah terakhir.
Setelah langkah-langkah sebelumnya yang melelahkan itu, maka terakhir
adalah memasrahkan kepada Allah atas setiap upaya kita. Kepasrahan itu
berbentuk doa dan dzikir.
Doa adalah senjata kaum mukminin. Doa merupakan pangkal dari ibadah.
Doa, adalah bentuk kebutuhan seseorang kepada Penciptanya. Doa adalah
sebuah bentuk ketersambungan antara hamba dengan Robbnya. Doa, adalah
jaminan pengabulan dari Allah jika yang meminta adalah hambaNya.
Doa dalam ‘peperangan’ dakwah bisa bermacam ragamnya. Sebagai contoh,
kita bisa mendapatinya dalam surat Al Baqoroh ayat 250, “Tatkala Jalut
dan tentaranya telah nampak oleh mereka, merekapun (Thalut dan
tentaranya) berdoa: “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri
kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap
orang-orang kafir.” Doa ini adalah doa terbaik yang Allah ajarkan.
Dalam doa tersebut, tentara Thalut tidak meminta agar diberi
kemenangan secera langsung. Melainkan yang mereka minta adalah kesabaran
dan keteguhan hati serta minta tolong. Ini adalah bentuk
ketidakberdayaan hamba kepada Penciptanya. Maka, kita dapati tentara
Thalut berhasil memenangkan peperangan memenangkan Jalut. Dalam kasus
ini, Allah mengganjar doa mereka dengan kemenangan yang gemilang.
Dalam kasus lain, kita mendapati doa yang sama. Doa ini terdapat
dalam surat Ali Imran ayat 147, “ Tidak ada doa mereka selain ucapan: “Ya
Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang
berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” Ini adalah doa yang selalu dipanjatkan oleh prajurit dakwah yang berperang bersama nabi mereka dalam setiap peperangan.
Redaksi doa ini sangatlah unik, karena yang diminta adalah ampunan
dari Allah atas dosa yang telah dilakukan. Ini adalah alasan yang sangat
tepat, karena sejatinya kemenangan dakwah diberikan lantaran ketaqwaan
para pengemban dakwah. Dan, kekalahan dakwah, sebab utamanya dalah dosa
yang selama ini menumpuk dan tidak di-istighfari. Maka, sebaiknya kita
berkaca diri. Karena bisa jadi, belum menangnya dakwah bersebab dosa-
dosa kita sehingga Allah belum mewujudkan janjiNya.
Mari Istighfari
dosa-dosa kita, agar janjiNya segera terwujud. Astaghfirullahal ‘Adhiim.
Maka, benarlah apa yang diwasiatkan oleh Umar bin Khattab. Setiap
kali berangkat ke medan pertempuran, pesan yang disampaikan oleh beliau
adalah, “ Jangan sekali-kali berbuat maksiat. Sekecil appaun. Karena
dosa yang kita lakukan akan menghambat datangnya pertolongan Allah.”
Mari berdoa agar Allah mengampuni kita dari dosa yang telah tercatat.
Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita, yang sengaja atau tidak, yang
besar maupun yang kecil. Semoga Allah kabulkan doa-doa kita. Amiin
Terakhir, bahwa kemenangan dakwah itu niscaya. Ia adalah janji Allah
yang tidak mungkin diingkari. Maha benarlah firmanNya, “ Pertolongan
Allah dan kemenangan itu dekat.” Ya. Kemenangan dan pertolongan Allah
itu dekat. Sedekat upaya kita untuk menyambutnya. Maka, kita akan
tersenyum ketika janjiNya benar-benar terwujud, “Apabila telah datang
pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama
Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu
dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima
taubat.” (An Nashr 1-3)
Dakwah pastilah menang, dengan atau tanpa kita. Maka, keterlibatan
kita dalam dakwah adalah pilihan. Silahkan memilih, hendak jadi
penonton, pemain, atau sekedar komentator dakwah. Semoga Allah berkenan
menjadikan kita sebagai bagian dari pelaku kemenangan dakwah itu.
Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar