Dia seorang aktivis dakwah yang aktif. Kehadirannya dalam halaqoh tak pernah ia tinggalkan. Sampai saat sakit pun ia tetap menghadiri halaqoh, kerinduannya pada saudara-saudaranya telah melenyapkan sakit yang dideritanya. Hingga pada suatu hari ia menghilang untuk beberapa saat. Tak ada kabar, tak ada berita tentang keadaannya. Sampai suatu saat, dalam sebuah agenda dakwah saudara-saudaranya melihat sosok yang selama ini seakan hilang ditelan bumi. Ya, dia bertemu dengan saudara-saudaranya di sebuah acara tasqif di teras Masjid Baitul Hikmah Duta Bintaro. Saudaranya yang melihat kehadirannya lantas dengan bertubi-tubi menghujani dengan berbagai pertanyaan dan sindiran yang menyesakkan dadanya. Ia begitu sedih dengan hal tersebut, dan dengan nada sedih ia pun menjelaskan semuanya “afwan ya akhi, jika selama ini ana tidak pernah muncul bersama antum dan yang lainnya. Justru ana sedih saat ana sedang berkabung teman-teman terdekat malah tidak ada di sisi ana.”
Begitulah satu kisah disuguhkan. Kisah lain tentang tidak pedulinya kita terhadap saudara sendiri, harus kembali kita renungkan tentang hakikat ukhuwah itu sendiri.
Kita tidak perlu bicara kepedulian dalam hal yang besar. Mari kita lihat hal kecil saja dalam interaksi ukhuwah kita selama ini. Saat saudara kita tidak bisa hadir dalam pertemuan halaqoh dan tidak ada kabar tentang ketidak hadirannya, apakah yang akan kita lakukan? Afwan jika saya harus mengatakan hal ini bahwa tidak sedikit diantara kita malah menyindir atau bahkan berdiam diri saja tanpa ekspresi. Bahkan terkadang ada yang su’udzon dengan saudaranya sendiri. Astaghfirullah…
Rasulullah Saw pernah bersabda : “jika ia tidak ada maka carilah…” begitulah yang Rasulullah ajarkan kepada kita. Bahwa ketika kita ketahui saudara kita tidak bisa hadir dalam sebuah agenda dakwah atau halaqoh, maka carilah dia. Jaman sekarang ini sudah sangat mudah untuk melakukan tabayyun dengan saudara kita. Kalau dulu teknologi informasi begitu minim, dan untuk mengetahui kabar saudara kita menjadi begitu sulit, maka tidak untuk hari ini. Kita cukup mengetik sms dengan murah meriah untuk menanyakan seputar keadaan saudara kita, untuk mengingatkan amanah dakwah yang harus dijalankannya, dan untuk menanyakan ketidak hadirannya dalam sebuah halaqoh. misal “ akhi aina anta? Ditunggu kehadirannya. Apa perlu ana jemput??” ini adalah expresi ukhuwah yang harus kita tumbuhkan bersama saudara-saudara kita. Ukhuwah tanpa ekspresi?? (mana ekspresinya??, mana??)
Kecil memang kepedulian seperti ini, tapi buat saya hal-hal kecil seperti inilah yang kadang dilupakan bahkan diremehkan. Dan bukankah perbuatan baik seberat zarrah pun akan Allah balas? Lalu mengapa kita tidak tertarik untuk berlomba menunjukan perhatian dan kepedulian dengan saudara-saudara kita?? Apakah kebaikan ini di mata kita terlalu kecil bahkan lebih kecil dari sebutir biji zarrah? Sehingga membuat kita malas untuk meraih keberkahan ukhuwah didalamnya?? Astaghfirullah sombong sekali kiita ini, seolah kita ini manusia yang sudah memiliki tabungan amal yang berlimpah, sehingga tidak tertarik dengan amal yang mungkin sederhana ini.
Duhai akhi bukan karena amal kita, kita dimasukkan ke Syurga-Nya. Tapi karena rahmat Allah lah kita dimasukkan kesyurga-Nya. Artinya apa? Sebesar dan sebanyak apapun amal kebaikan kita di dunia, tidak akan cukup untuk membuat kita masuk ke syurga-Nya Allah, karena apabila ditimbang seluruh amal kita dengan nikmat satu mata, sepertinya akan lebih berat nikmat mata yang Allah berikan kepada kita. Jadi jangan pernah merasa amal kita sudah berlimpah dan kita sudah pantas menjadi penghuni syurga-Nya. Justru sikap inilah yang membuat Allah jauh dari kita, dan membuat kita jauh dari rahmat-Nya.
Lalu, apa yang memberatkan hati ini untuk segera memberikan perhatian dan kepedulian dengan saudara kita? Begitu beratkah untuk mengeluarkan 50-100 rupiah untuk sekedar sms saudara kita? Atau kita lebih sayang dengan pulsa dari pada saudara seaqidah kita? Kecuali jika iman-iman itu telah semakin redup cahanya, jika hati-hati itu telah semakin berkarat oleh maksiat. Sehingga semakin gelapnya hati, menjadi begitu sulit untuk membayangkan wajah saudara kita dan menghadirkannya dalam hati. Alhasil untuk sekedar ber-SMS seputar keadaannya menjadi sesuatu yang “gak penting”.
Dan untuk yang sering mendapat pesan / tausyiah perihal ketidak hadirannya, harusnya tidak membenarkan diri untuk merasa benar dengan ketidak hadirannya. “iya akh, antum harus husnudzon dengan ana” hal seperti ini tidak bisa dibenarkan. Ketidak hadiran kita dalam sebuah amanah dakwah, tetap sebuah maksiat kepada Allah. Kenapa? Karena sesungguhnya kita telah mengetahui dari tarbiyah yang sudah kita jalankan bertahun-tahun. Lalu bukankah sebuah maksiat ketika kita ketahui sebuah hukum lantas kita melanggar hukum itu sendiri? Kecuali jika halangan untuk menghadiri sebuah amanah dakwah benar-benar syar’i. seperti sakit keras misalnya.
Lucu sekali ketika saya mendapatkan dilapangan seorang ikhwah tidak hadir dalam memenuhi kewajibannya dengan alasan yang sangat sederhana. (mencari-cari alasan dalam dakwah)
“afwan ana ketiduran” “sebaiknya antum siapkan alrm akh, atau minta tolong istri atau orang tua antum untuk membangunkan antum di jam sekian”
“afwan ana flu” “insyallah akh kalo antum hadir halaqoh, flu antum sembuh”
“afwan ada mertua” ; “antum bilang aja mau ngaji dulu sebentar, insyaallah mertua antum ngerti, dan lama-lama akan memahami aktifitas antum.
“afwan ana semalam lelah banget” ; afwan sebaiknya kedepannya antum siapkan stamina yang lebih baik, jika antum sadar kalau antum hari ini akan banyak tugas yang harus dibereskan, kalo perlu antum tidur di liqo juga ga papa”
“afwan istri ana sakit”; “emang bisa langsung sembuh, kalo antum nemenin terus? kalo istri antum tarbiyah insyallah istri antum bisa diberi pengertian”
“afwan anak lagi rewel”; “Emang langsung diem kalo antum mongmong, mungkin perhatian diwaktu yang lain antum lebih tingkatkan akh, sehingga anak tidak merasa ditinggal terus sama abinya.
“afwan ana baru pulang kerja jam 9 malam” trus ngapa? Ga papa akh antum datang pas kita lagi qodhoyah juga.
“afwan semalam hujan” ; “iya, kita juga tau hujan, emang antum gada jas hujan? Emang hujannya ga berhenti-berhenti?
“afwan semalam kepala ana pusing banget” ; “Liqo aja izin, giliran nyari duit tetep jalan terus”
“afwan semalem ane ga ada kendaraan” ; “akh kalo antum ga ada kendaraan lagi, antum hub kita yah, insyaallah kita bisa jemput”
Dan tidak sedikit yang mencari-cari alasan dalam dakwah demi menutupi alasan sesungguhnya
"KEMALASAN".
Jadi, mulai detik ini jangan lagi menunda-nunda sikap mulia, untuk tetap peduli dan perhatian dengan saudara seperjuangan, jangan ada lagi sikap acuh seolah tak peduli dengan keadaan saudara se halaqoh. Jangan ada lagi mencari-cari alasan untuk tidak hadir dalam dakwah. Segeralah raih keutamaan didalamnya dengan tetap semangat mendapat berkah dari amal yang mungkin sederhana ini.
Wallahu’alam bisshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar