Jumat, 09 Desember 2011

Melihat Dengan Hati,Dalam Sunyi Kita Berprestasi


Melihat dengan hati
Bila hati itu bersih maka ia tidak akan pernah bosan dan kenyang untuk membaca Al Qur’an (Utsman bin Affan)

Saudaraku, hati itu bisa melihat sebagaimana mata. Melihatnya hati disebut sebagai bashirah, mata hati. Kemampuan mata hati dalam melihat , menurut Muhammad Ahmad Ar-Rasyid berbeda-beda sesuai ketajaman bashirahnya. Ada yang bisa melihay dari jarak yang cukup jauh. Adapula yang sama sekali tidak mampu melihat tanda besar yang begitu dekat di hadapannya. Ada hati yang sangat peka, mampu melihat dan merasakan ketika ada kekurangan atau kesalahan yang sangat kecil sehingga tergugah segera berbenah. Sementara itu ada hati yang tak mampu melihat aibnya sendiri yang sangat besar dan banyak karena tertutup debu-debu maksiat. Na’udzubillah.
Mari melihat dengan hati. Betapa banyak amal-amal sekeliling kita, anak-anak kita, keluarga kita yang perlu kita hargai. Karena spirit menghargai ini sungguh akan menumbuhkan kembangkan potensi. Kata-kata terpuji dan menginspirasi akan membangun kepercayaan di hati penuh dedikasi.
Mari melihat dengan hati, dan hati-hati, agar kita tidak mudah terperosok dalam iri dengki yang merusak relasi, tidak terjerembab dalam kesombongan dan keangkuhan yang membutakan. Tidak terpelanting dari posisi penting karena tidak berhati-hati dalam menyikapi keadaan dan terbakar emosi saat merespon situasi yang tidak mengenakkan. Sayyidina Ali saat dipuji karena banyaknya puja-puji yang menghampiri malah khawatir, takut kalau terjatuh dalam kedurhakaan karena tak sebaik yang mereka persangkakan. Sayyidina Alikaramallahu wajhah mengajari kita sebuah doa, “Ya Allah, janganlah Engkau hukum aku karena apa yang mereka katakana tentang aku. Berikanlah kebaikan padaku dari apa yang mereka sangkakan padaku. Ampunilah aku katena apa yang tidak mereka ketahui tentang diriku.”
Saudaraku, bila orang lain telah menyandangkan persangkaan baik kepada kita, mari kita jadikan sebagai spirit untuk terus istiqomah dalam membangun keunggulan. Istiqomah dengan melahirkan kebaikan yang lain sebagai variasi amal. Istiqomah dengan keberlanjutan amal dan regenerasi kepahlawanan. Istiqomah dengan meningkatnya amal, bukan stagnan.
Adapun ketika mereka mempersangkakan buruk kepada kita, tetaplah berjalan, bekerja penuh kesungguhan karena kesejatian pahlawan adalah di ujung jalan… Husnul khatimah, Happy Ending full Barokah.
Saudaraku, para pahlawan sejati itu tak pernah berhati justeru selalu belajar mengenali diri lebih dewasa saat dihantam masalah. Mari kita kenali hatimu saat masalah menghadangmu.  Abu Said bin Harraz bertutur, “Jiwa manusia itu seperti air yang terhenti bersih lagi bening, bila engkau meng-gerakannya, maka tampaklah lumpur yang ada di bawahnya, demikian juga jiwa manusia akan tampak saat mendapat ujian, saat kekurangan dan berselisih, maka bagaimana mungkin orang yang tidak mengenal dirinya dapat mengenali Tuhannya?”

Dalam sunyi kita berprestasi
Bila engkau tidak bisa menambahkan sesuatu pada dunia, maka engkau akan menjadi beban yang berat bagi dunia. (Kaidah Ar-Rafi’i dalam Kitab Al Masar).
Pahlawan bukanlah orang hobby mencari gelar kesana kemari tanpa secuil pun pretasi yang berarti, namun mereka yang ber prestasi besar meski tak seorang pun yang menyematkan gelar kepahlawanan kepadanya. Ya. Dalam sunyi para pahlawan sejati membangun keunggulan amal seperti Ali Zainal Abidin yang terlihat gurat-gurat di punggungnya ketika wafatnya karena seringnya memanggul gandum semasa hidupnya. Barulah masyarakat merasa kehilangan akan kepergiannya,ketika tak ada lagi yang mengirimi mereka santunan.Sang pahlawan telah tiada. Sungguh mereka baru tahu setelah wafatnya.
Dalam sunyi mereka terus bekerja dan bekerja, ibadah tak kenal lelah, belajar tak kenal menyerah, mengejar ketertinggalan tak kenal gentar. Dalam sunyi inilah Rasulullah menjanjikan pertolongan kepada tujuh golongan. Mereka beramal dengan masing-masing keunggulan dengan menjaga keikhlasan.
Kini, saatnya kita bersama-sama membangun jiwa-jiwa kepahlawanan sesuai peran-peran yang bisa kita mainkan. Karena setiap kita adalah pahlawan, minimal buat diri kita. SURVIVE, SUKSES dan SIGINIFIAN.
· Pertama, kita mesti  survive, mampu bertahan hidup dengan kemuliaan tanpa menjadi beban bagi sekelilingnya.
· Kedua, sukses dengan selalu mencetak kebaikan baik besar maupun kecil. Nggak mengapa amal kita, infaq kita besar yang penting ikhlas.
· Ketiga, signifikan dengan memberikan manfaat kepada sesama, khairun naas anfa’uhum linnaas. Sebaik-baik manusia adalah yang paling memberi manfaat bagi manusia (juga kepada orang lain). Sebaik-baik kalian adalah mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya.
Saudaraku, mari kita jemput hari-hari kita dengan spirit kepahlawanan sejati. Merasakan hari-hari kita begitu berharga dan berarti. Merasakan saat makan penuh kelezatan karena benar merasakan lapar. Merasakan saat minum penuh kerinduan hingga tangan kita bergetar. Seorang guru sejati, seorang syaikh yang telah pergi menasihati…


Terus bergerak,hingga KELELAHAN itu LELAH mengikutimu. .
Terus berlari,hingga KEBOSANAN itu BOSAN mengejarmu..
Trus berjalan,Hingga KELETIH itu LETIH bersamamu..
Teruslah bertahan,hingga KEFUTURAN itu FUTUR menyertaimu..
Tetaplah berjaga,hingga KELESUAN itu LESU menemanimu..

(Syaikhut Tarbiyah Ust. Rahmat Abdullah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar