Minggu, 11 Desember 2011

Visi Keluarga



Suatu siang yang sangat cerah, Anda keluar dari rumah, berpakaian rapi, berdandan necis, membawa sebuah tas ransel berisi beberapa perbekalan. Sebelum meninggalkan rumah, Anda peluk istri Anda, sembari membisikkan kata-kata sayang dan minta agar didoakan. “Semoga perjalanan Kanda sukses”, kata isteri Anda. Dengan mantap hati Anda berjalan menuju halte tempat pemberhentian bus umum.
Ada sangat banyak bus lalu lalang di jalan raya, namun perhatian Anda fokus kepada bus yang akan membawa Anda ke stasiun Gambir. Anda biarkan saja bus-bus itu berseliweran mencari penumpang, dan Anda tidak menaikinya kendati awak bus berteriak-teriak menawari Anda.
Akhirnya bus kota itu tiba. Jurusan Gambir. Pasti, inilah bus yang Anda tunggu. Anda pun segera masuk ke dalam bus, dan membayar ongkosnya. Ada banyak halte tempat bus kota ini singgah, namun  Anda tidak mempedulikannya. Anda tetap duduk di dalam bus, dan Anda tidak ikut turun bersama para penumpang yang telah terlebih dahulu turun di berbagai halte. Anda hanya memandangi mereka, melihat kesibukan dan aktivitas banyak orang masuk dan keluar dari bus kota.
Tiba di stasiun Gambir, Anda turun dari bus kota. Segera langkah Anda bergegas masuk ke dalam stasiun kereta api. Di samping stasiun Gambir ada Monas yang menjulang tinggi dan banyak dikunjungi orang, namun anda tidak tergoda ke sana. Sama sekali tidak. Ada pula supermarket dan beberapa warung kuliner yang sangat padat pengunjung, ternyata Anda juga tidak tertarik untuk menghampirinya.
Fokus. Langkah Anda sangat pasti masuk ke stasiun Gambir. Di pintu masuk Anda langsung menunjukkan tiket kepada petugas, dan Anda dipersilakan masuk. “Langsung naik ke atas, di lantai 2 pak”, kata petugas setelah mengetahui kereta api yang akan anda tumpangi. Tepat jam 16.30 anda tiba di ruang tunggu lantai 2. Andapun duduk di bangku yang disediakan bagi para calon penumpang kereta api, menunggu waktu keberangkatan kereta api sesuai tiket Anda.  Kereta api eksekutif Bima, jurusan Surabaya, akan berangkat tepat pukul 17.00 dari stasiun Gambir.
Ada banyak kereta api di stasiun Gambir, namun Anda membiarkan saja mereka datang dan pergi. Anda memandangi kereta-kereta yang lewat, tanpa berusaha untuk menaikinya. Bukan, mereka bukan kereta yang Anda inginkan. Anda tahu persis itu. Biar saja kereta-kereta itu datang dan pergi. Anda tetap setia menanti di ruang tunggu keberangkatan.
Tidak berapa lama menunggu kereta Bima pun siap. Anda dipersilakan memasuki kereta api. Ada banyak gerbong, namun anda masuk gerbong 2, dan langsung mencari kursi nomer 8 A. Tepat, itulah yang tertulis di tiket. Anda segera duduk di kursi 8 A pada gerbong 2 kereta api eksekutif Bima. Tepat jam 17.00 kereta api Bima berangkat, menuju Surabaya. Ya, menuju Surabaya. Mengapa? Karena memang Anda akan bepergian ke Surabaya. Bukan ke Malang, bukan Ke Jogja, bukan ke Semarang, bukan ke Cirebon.
Kata teman Anda, cobalah naik kereta Taksaka, karena ada gerbong super-eksekutif di dalamnya yang sangat nyaman. Ada lagi yang menganjurkan, cobalah naik kereta Gajayana, karena ada banyak kejutan di dalamnya. Ada lagi yang menyarankan agar Anda naik kereta Argo Muria, karena hanya empat jam waktu tempuh perjalanan. Atau naik saja Argo Jati, karena hanya dua jam perjalanan.  Anda dengan tegas mengatakan tidak. Sekali lagi, tidak! Mengapa Anda tidak mau, mengapa Anda menolak tawaran-tawaran itu?
Karena Anda tahu, kereta Taksaka membawa Anda ke stasiun Tugu Jogjakarta. Kereta Gajayana akan membawa penumpang ke Malang. Kereta Argo Muria akan menuju Semarang. Kereta Argo Jati membawa penumpang menuju Cirebon. Tidak, Anda tidak akan menuju ke sana. Anda akan ke Surabaya, bukan kemana-mana. Anda telah mantap, naik kereta api Bima, kendati harus menempuh tigabelas jam perjalanan. Karena Surabaya tujuan akhir anda.
Anda nikmati perjalanan kereta Bima. Jam enam esok pagi Anda sampai di stasiun Gubeng Surabaya. Anda bersyukur, turun dari kereta api dengan selamat, sampai tujuan akhir. Anda telpon isteri di rumah, “Dinda, alhamdulillah, Kanda telah sampai Surabaya”. Lega semuanya.
Andai Anda naik bus kota sembarangan dari halte di dekat rumah Anda, niscaya tidak akan menghantar Anda menuju stasiun Gambir. Andai Anda turun di halte yang lain, tentu tidak sampai pula ke Gambir. Andai mengikuti ajakan orang yang tengah berkunjung ke Monas, Anda tidak jadi masuk stasiun kereta api. Andai Anda naik kereta Argo Muria, niscaya Anda dibawa ke Semarang. Semua langkah Anda sejak berangkat dari rumah, sudah menghantarkan Anda menuju Surabaya.
Anda berhasil mengabaikan berbagai gangguan yang bisa menghalangi Anda menuju Surabaya. Anda berhasil memfokuskan langkah Anda menuju tujuan akhir yang pasti. Surabaya. Anda telah sampai ke sana.

Urgensi Visi
Apakah yang menyebabkan langkah Anda fokus menuju tujuan akhir? Karena Anda memiliki visi yang jelas dan kuat. Anda memiliki gambaran yang jelas dan akurat tentang tujuan akhir yang Anda inginkan. Inilah langkah awal keberhasilan  hidup Anda. Visi menuntun hidup Anda selalu fokus mencapai cita-cita. Anda menjadi tidak mudah tergoda. Anda menjadi tidak mudah tertarik agenda-agenda lain yang bukan tujuan Anda. Anda menjadi sangat efektif dan efisien dalam mengalokasikan sumber daya yang Anda miliki, hanya untuk menghantarkan menuju tujuan akhir.
Visi membuat Anda bisa bekerja dengan tepat. Tidak memubadzirkan potensi serta sumber daya untuk hal-hal yang tidak diperlukan. Visi membuat Anda terjaga dari penyimpangan. Tidak membuat Anda keluar dari track yang menyebabkan Anda tidak akan mencapai tujuan. Hidup Anda selalu berada dalam koridor utama menggapai cita-cita. Inilah pentingnya visi dalam kehidupan kita.
Visi (vision) merupakan ungkapan yang menyatakan cita-cita atau impian (want to be) yang ingin dicapai di masa depan. Visi memberikan pernyataan tentang tujuan akhir dari sebuah kegiatan atau perjalanan kehidupan. Visi adalah pernyataan luhur tentang cita-cita yang hendak dicapai. Bisa dalam bentuk visi pribadi, visi keluarga, visi organisasi, bahkan visi negara. Visi menjadi penunjuk arah yang pasti, ke mana langkah mesti diarahkan. Visi menjadi pemandu perjalanan dalam kehidupan pribadi, keluarga, organisasi dan negara.
Maka, Anda harus memiliki visi yang jelas dalam kehidupan. Semakin jelas dan kuat visi yang Anda miliki, akan semakin jelas dan kuat pula jalan-jalan yang harus Anda lalui. Semakin jelas pula Anda memandang dan mendefinisikan penyimpangan yang terjadi. Semakin lemah visi, semakin kabur pandangan Anda tentang tujuan.
Apalagi jika tidak memiliki visi, hidup Anda mengalir begitu saja, terbang bersama angin yang berhembus. Menuju apapun, dimanapun, entah namanya apapun. Lalu kapan Anda akan sampai, sementara tidak pernah mendefinisikan tujuan akhir ? Hidup Anda penuh pemborosan potensi.

Visi Keluarga
Sekarang rumuskan visi hidup Anda dan visi keluarga Anda. Keduanya menjadi satu kesatuan. Visi diri Anda melebur bersama visi pasangan hidup Anda, dan lahirlah visi keluarga. Akan Anda bawa kemana keluarga Anda? Akan menuju kemana keluarga Anda? Apa tujuan akhir dari keluarga yang Anda bentuk dan Anda bina bersama pasangan hidup Anda? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut namanya visi keluarga.
Keluarga, awalnya terdiri dari seorang suami dan seorang isteri. Keduanya telah diikat dan disatukan menjadi sebuah pasangan, yang berikrar dengan nama Tuhan. Sebagai pasangan, suami dan isteri tidak boleh memiliki visi yang berbeda tentang keluarga. Harus satu visi, agar keduanya melangkah pada jalur yang sama, menggapai tangga yang sama, melintasi jalan yang sama, dan akhirnya mencapai tujuan akhir bersama-sama.
Pada suatu saat ada sepasang suami isteri keluar bersama-sama dari rumah hendak melakukan perjalanan. Ketika sampai di stasiun Gambir, tiba-tiba suami naik kereta Bima dan isteri naik kereta Argo Jati. Saat mereka turun dari kereta, ternyata tidak mendapatkan pasangannya di sana. Karena memang kereta telah membawa mereka berdua pada arah yang berbeda, pada tujuan akhir yang tidak sama. Mereka tidak menyatukan visi keluarga. Mereka bersikukuh dengan pilihan visi masing-masing, dan melangkah masing-masing. Akhirnya, anak-anak bisa menjadi korban perselisihan tajam orang tua mereka. Satu ke Surabaya, satu ke Cirebon. Anak-anak kebingungan akan mengikuti siapa.
Dalam kehidupan keluarga, visi harus diinternalisasikan dengan kuat pada masing-masing anggota. Suami, isteri dan anak-anak, menginternalisasikan visi keluarga dalam diri mereka. Dengan demikian seluruh tindakan dan usaha yang mereka lakukan, akan selalu mengarah kepada tujuan akhir yang telah mereka tetapkan. Inilah visi yang sangat terang benderang, visi yang sangat cerah bak sinar matahari di tengah hari pada musim kemarau. Sangat jelas. Semua anggota keluarga mengerti ke mana langkah kaki akan diarahkan.
Segala bentuk gangguan dan godaan di sepanjang perjalanan hidup berumah tangga, akan mampu mereka hadapi dengan tepat. Mereka tidak mudah tergoda oleh banyaknya tawaran yang sangat menarik di perjalanan. Mereka tidak mudah membelok ke berbagai tempat yang bukan tujuan mereka, kendati tempat tersebut sangat ramai dikunjungi orang dan tampak sangat menarik. Mereka telah memiliki tujuan akhir tersendiri yang akan dicapai, yang menyebabkan pandangan serta langkah mereka menjadi fokus.
Cobalah rumuskan bersama pasangan Anda, apa visi keluarga Anda. Tanam dengan sangat kuat. Internalisasikan visi itu dengan mantap. Jadikan visi sebagai pemandu arah perjalanan bahtera keluarga Anda. Jadikan visi sebagai cara menyelesaikan persoalan dalam kehidupan keluarga. Jadikan visi sebagai “hakim” dalam menentukan pilihan saat Anda berdua mengalami disorientasi dalam kehidupan. InsyaAllah, Anda akan sangat efektif dan efisien mengelola potensi dan sumber daya keluarga.
Anda tidak perlu bertengkar tentang hal-hal yang kecil dan remeh. Anda tidak perlu marah untuk sesuatu yang tidak esensial. Karena Anda mengetahui visi dengan jelas. Karena Anda telah mampu memvisualisasikan visi dengan terang benderang, yang memandu arah perjalanan keluarga Anda, menuju bahagia dunia dan bahagia kelak di surga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar