Suatu siang yang sangat cerah, Anda keluar dari rumah, berpakaian
rapi, berdandan necis, membawa sebuah tas ransel berisi beberapa
perbekalan. Sebelum meninggalkan rumah, Anda peluk istri Anda, sembari
membisikkan kata-kata sayang dan minta agar didoakan. “Semoga perjalanan
Kanda sukses”, kata isteri Anda. Dengan mantap hati Anda berjalan
menuju halte tempat pemberhentian bus umum.
Ada sangat banyak bus lalu lalang di jalan raya, namun perhatian Anda
fokus kepada bus yang akan membawa Anda ke stasiun Gambir. Anda biarkan
saja bus-bus itu berseliweran mencari penumpang, dan Anda tidak
menaikinya kendati awak bus berteriak-teriak menawari Anda.
Akhirnya bus kota itu tiba. Jurusan Gambir. Pasti, inilah bus yang
Anda tunggu. Anda pun segera masuk ke dalam bus, dan membayar ongkosnya.
Ada banyak halte tempat bus kota ini singgah, namun Anda tidak
mempedulikannya. Anda tetap duduk di dalam bus, dan Anda tidak ikut
turun bersama para penumpang yang telah terlebih dahulu turun di
berbagai halte. Anda hanya memandangi mereka, melihat kesibukan dan
aktivitas banyak orang masuk dan keluar dari bus kota.
Fokus. Langkah Anda sangat pasti masuk ke stasiun Gambir. Di pintu
masuk Anda langsung menunjukkan tiket kepada petugas, dan Anda
dipersilakan masuk. “Langsung naik ke atas, di lantai 2 pak”, kata
petugas setelah mengetahui kereta api yang akan anda tumpangi. Tepat jam
16.30 anda tiba di ruang tunggu lantai 2. Andapun duduk di bangku yang
disediakan bagi para calon penumpang kereta api, menunggu waktu
keberangkatan kereta api sesuai tiket Anda. Kereta api eksekutif Bima,
jurusan Surabaya, akan berangkat tepat pukul 17.00 dari stasiun Gambir.
Ada banyak kereta api di stasiun Gambir, namun Anda membiarkan saja
mereka datang dan pergi. Anda memandangi kereta-kereta yang lewat, tanpa
berusaha untuk menaikinya. Bukan, mereka bukan kereta yang Anda
inginkan. Anda tahu persis itu. Biar saja kereta-kereta itu datang dan
pergi. Anda tetap setia menanti di ruang tunggu keberangkatan.
Tidak berapa lama menunggu kereta Bima pun siap. Anda dipersilakan
memasuki kereta api. Ada banyak gerbong, namun anda masuk gerbong 2, dan
langsung mencari kursi nomer 8 A. Tepat, itulah yang tertulis di tiket.
Anda segera duduk di kursi 8 A pada gerbong 2 kereta api eksekutif
Bima. Tepat jam 17.00 kereta api Bima berangkat, menuju Surabaya. Ya,
menuju Surabaya. Mengapa? Karena memang Anda akan bepergian ke Surabaya.
Bukan ke Malang, bukan Ke Jogja, bukan ke Semarang, bukan ke Cirebon.
Kata teman Anda, cobalah naik kereta Taksaka, karena ada gerbong
super-eksekutif di dalamnya yang sangat nyaman. Ada lagi yang
menganjurkan, cobalah naik kereta Gajayana, karena ada banyak kejutan di
dalamnya. Ada lagi yang menyarankan agar Anda naik kereta Argo Muria,
karena hanya empat jam waktu tempuh perjalanan. Atau naik saja Argo
Jati, karena hanya dua jam perjalanan. Anda dengan tegas mengatakan
tidak. Sekali lagi, tidak! Mengapa Anda tidak mau, mengapa Anda menolak
tawaran-tawaran itu?
Karena Anda tahu, kereta Taksaka membawa Anda ke stasiun Tugu
Jogjakarta. Kereta Gajayana akan membawa penumpang ke Malang. Kereta
Argo Muria akan menuju Semarang. Kereta Argo Jati membawa penumpang
menuju Cirebon. Tidak, Anda tidak akan menuju ke sana. Anda akan ke
Surabaya, bukan kemana-mana. Anda telah mantap, naik kereta api Bima,
kendati harus menempuh tigabelas jam perjalanan. Karena Surabaya tujuan
akhir anda.
Anda nikmati perjalanan kereta Bima. Jam enam esok pagi Anda sampai
di stasiun Gubeng Surabaya. Anda bersyukur, turun dari kereta api dengan
selamat, sampai tujuan akhir. Anda telpon isteri di rumah, “Dinda,
alhamdulillah, Kanda telah sampai Surabaya”. Lega semuanya.
Andai Anda naik bus kota sembarangan dari halte di dekat rumah Anda,
niscaya tidak akan menghantar Anda menuju stasiun Gambir. Andai Anda
turun di halte yang lain, tentu tidak sampai pula ke Gambir. Andai
mengikuti ajakan orang yang tengah berkunjung ke Monas, Anda tidak jadi
masuk stasiun kereta api. Andai Anda naik kereta Argo Muria, niscaya
Anda dibawa ke Semarang. Semua langkah Anda sejak berangkat dari rumah,
sudah menghantarkan Anda menuju Surabaya.
Anda berhasil mengabaikan berbagai gangguan yang bisa menghalangi
Anda menuju Surabaya. Anda berhasil memfokuskan langkah Anda menuju
tujuan akhir yang pasti. Surabaya. Anda telah sampai ke sana.
Urgensi Visi
Apakah yang menyebabkan langkah Anda fokus menuju tujuan akhir?
Karena Anda memiliki visi yang jelas dan kuat. Anda memiliki gambaran
yang jelas dan akurat tentang tujuan akhir yang Anda inginkan. Inilah
langkah awal keberhasilan hidup Anda. Visi menuntun hidup Anda selalu
fokus mencapai cita-cita. Anda menjadi tidak mudah tergoda. Anda menjadi
tidak mudah tertarik agenda-agenda lain yang bukan tujuan Anda. Anda
menjadi sangat efektif dan efisien dalam mengalokasikan sumber daya yang
Anda miliki, hanya untuk menghantarkan menuju tujuan akhir.
Visi membuat Anda bisa bekerja dengan tepat. Tidak memubadzirkan
potensi serta sumber daya untuk hal-hal yang tidak diperlukan. Visi
membuat Anda terjaga dari penyimpangan. Tidak membuat Anda keluar
dari track yang menyebabkan Anda tidak akan mencapai tujuan. Hidup Anda
selalu berada dalam koridor utama menggapai cita-cita. Inilah pentingnya
visi dalam kehidupan kita.
Visi (vision) merupakan ungkapan yang menyatakan cita-cita atau
impian (want to be) yang ingin dicapai di masa depan. Visi memberikan
pernyataan tentang tujuan akhir dari sebuah kegiatan atau perjalanan
kehidupan. Visi adalah pernyataan luhur tentang cita-cita yang hendak
dicapai. Bisa dalam bentuk visi pribadi, visi keluarga, visi organisasi,
bahkan visi negara. Visi menjadi penunjuk arah yang pasti, ke mana
langkah mesti diarahkan. Visi menjadi pemandu perjalanan dalam kehidupan
pribadi, keluarga, organisasi dan negara.
Maka, Anda harus memiliki visi yang jelas dalam kehidupan. Semakin
jelas dan kuat visi yang Anda miliki, akan semakin jelas dan kuat pula
jalan-jalan yang harus Anda lalui. Semakin jelas pula Anda memandang dan
mendefinisikan penyimpangan yang terjadi. Semakin lemah visi, semakin
kabur pandangan Anda tentang tujuan.
Apalagi jika tidak memiliki visi, hidup Anda mengalir begitu saja,
terbang bersama angin yang berhembus. Menuju apapun, dimanapun, entah
namanya apapun. Lalu kapan Anda akan sampai, sementara tidak pernah
mendefinisikan tujuan akhir ? Hidup Anda penuh pemborosan potensi.
Visi Keluarga
Sekarang rumuskan visi hidup Anda dan visi keluarga Anda. Keduanya
menjadi satu kesatuan. Visi diri Anda melebur bersama visi pasangan
hidup Anda, dan lahirlah visi keluarga. Akan Anda bawa kemana keluarga
Anda? Akan menuju kemana keluarga Anda? Apa tujuan akhir dari keluarga
yang Anda bentuk dan Anda bina bersama pasangan hidup Anda? Jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan tersebut namanya visi keluarga.
Keluarga, awalnya terdiri dari seorang suami dan seorang isteri.
Keduanya telah diikat dan disatukan menjadi sebuah pasangan, yang
berikrar dengan nama Tuhan. Sebagai pasangan, suami dan isteri tidak
boleh memiliki visi yang berbeda tentang keluarga. Harus satu visi, agar
keduanya melangkah pada jalur yang sama, menggapai tangga yang sama,
melintasi jalan yang sama, dan akhirnya mencapai tujuan akhir
bersama-sama.
Pada suatu saat ada sepasang suami isteri keluar bersama-sama dari
rumah hendak melakukan perjalanan. Ketika sampai di stasiun Gambir,
tiba-tiba suami naik kereta Bima dan isteri naik kereta Argo Jati. Saat
mereka turun dari kereta, ternyata tidak mendapatkan pasangannya di
sana. Karena memang kereta telah membawa mereka berdua pada arah yang
berbeda, pada tujuan akhir yang tidak sama. Mereka tidak menyatukan visi
keluarga. Mereka bersikukuh dengan pilihan visi masing-masing, dan
melangkah masing-masing. Akhirnya, anak-anak bisa menjadi korban
perselisihan tajam orang tua mereka. Satu ke Surabaya, satu ke Cirebon.
Anak-anak kebingungan akan mengikuti siapa.
Dalam kehidupan keluarga, visi harus diinternalisasikan dengan kuat
pada masing-masing anggota. Suami, isteri dan anak-anak,
menginternalisasikan visi keluarga dalam diri mereka. Dengan demikian
seluruh tindakan dan usaha yang mereka lakukan, akan selalu mengarah
kepada tujuan akhir yang telah mereka tetapkan. Inilah visi yang sangat
terang benderang, visi yang sangat cerah bak sinar matahari di tengah
hari pada musim kemarau. Sangat jelas. Semua anggota keluarga mengerti
ke mana langkah kaki akan diarahkan.
Segala bentuk gangguan dan godaan di sepanjang perjalanan hidup
berumah tangga, akan mampu mereka hadapi dengan tepat. Mereka tidak
mudah tergoda oleh banyaknya tawaran yang sangat menarik di perjalanan.
Mereka tidak mudah membelok ke berbagai tempat yang bukan tujuan mereka,
kendati tempat tersebut sangat ramai dikunjungi orang dan tampak sangat
menarik. Mereka telah memiliki tujuan akhir tersendiri yang akan
dicapai, yang menyebabkan pandangan serta langkah mereka menjadi fokus.
Cobalah rumuskan bersama pasangan Anda, apa visi keluarga Anda. Tanam
dengan sangat kuat. Internalisasikan visi itu dengan mantap. Jadikan
visi sebagai pemandu arah perjalanan bahtera keluarga Anda. Jadikan visi
sebagai cara menyelesaikan persoalan dalam kehidupan keluarga. Jadikan
visi sebagai “hakim” dalam menentukan pilihan saat Anda berdua mengalami
disorientasi dalam kehidupan. InsyaAllah, Anda akan sangat efektif dan
efisien mengelola potensi dan sumber daya keluarga.
Anda tidak perlu bertengkar tentang hal-hal yang kecil dan remeh.
Anda tidak perlu marah untuk sesuatu yang tidak esensial. Karena Anda
mengetahui visi dengan jelas. Karena Anda telah mampu memvisualisasikan
visi dengan terang benderang, yang memandu arah perjalanan keluarga
Anda, menuju bahagia dunia dan bahagia kelak di surga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar